balik citra “friendly derby” itu, ada pula tensi emosional, sejarah konflik, dan kebanggaan mendalam yang membuat setiap pertemuan antara keduanya menjadi momen monumental bagi kota Liverpool

Baca juga : Celtic Football Club Sepak Bola Skotlandia
Baca juga : band element Grup Band Pop Rock Indonesia
Baca juga : Putri Titian Artis Remaja sosok ibu inspiratif
Baca juga : Glasgow Rangers Kisah Panjang Klub Skotlandia
Baca juga : Wisata Kota Subang Budaya Tanah Sunda
Baca juga : Reynaldy Putra Andita pemimpinan Muda
Berbeda dari derby-derby lain yang kerap diwarnai permusuhan ekstrem, Merseyside Derby justru unik karena mengandung elemen kekeluargaan di banyak keluarga di Liverpool, satu anggota bisa mendukung Everton sementara anggota lain mendukung Liverpool
1. Pendahuluan: Lebih dari Sekadar Sepak Bola
Rivalitas antara Everton Football Club dan Liverpool Football Club bukan hanya tentang pertandingan sepak bola; ia adalah simbol dari sejarah panjang, identitas budaya, serta dinamika sosial kota Liverpool itu sendiri. Derby antara dua klub ini, yang dikenal luas sebagai Merseyside Derby, telah berlangsung lebih dari 130 tahun, menjadikannya salah satu derby tertua dan paling terkenal di dunia sepak bola.
2. Asal-Usul Rivalitas: Konflik yang Melahirkan Dua Klub

http://www.bethluthchurch.org
Untuk memahami rivalitas Everton dan Liverpool, kita harus kembali ke tahun 1892 — saat perpecahan besar terjadi dalam tubuh Everton FC.
Pada masa itu, Everton sudah menjadi klub mapan dan bermain di Anfield, stadion yang disewa dari seorang pengusaha lokal bernama John Houlding. Namun, terjadi perselisihan serius antara Houlding dengan pengurus klub terkait biaya sewa dan pengelolaan keuangan. Ketegangan meningkat hingga akhirnya mayoritas anggota Everton memutuskan untuk meninggalkan Anfield dan membangun stadion baru di Goodison Park, hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari Anfield.
Houlding, yang tetap memiliki Anfield, tidak ingin stadionnya kosong. Ia pun mendirikan klub baru untuk menempati stadion tersebut — dan lahirlah Liverpool Football Club. Dengan demikian, Liverpool FC pada dasarnya adalah “pecahan” dari Everton, dan sejak awal terbentuk dalam atmosfer konflik internal.
Pertemuan pertama kedua klub terjadi pada 13 Oktober 1894 di Goodison Park, di mana Everton mengalahkan Liverpool 3–0. Sejak saat itu, dua klub ini menjadi rival sekota yang tak terpisahkan — baik dalam kompetisi maupun dalam budaya masyarakat Liverpool.
3. Dua Warna, Satu Kota: Everton Biru dan Liverpool Merah

Everton dikenal dengan warna biru royal, sedangkan Liverpool identik dengan merah darah. Di kota Liverpool, warna-warna ini lebih dari sekadar simbol klub — mereka mewakili identitas sosial dan emosional penggemar.
Meski keduanya berasal dari wilayah yang sama, ada sedikit perbedaan persepsi:
- Everton sering dianggap mewakili sisi tradisional dan konservatif dari Liverpool.
- Liverpool, terutama sejak era 1970-an, berkembang menjadi klub dengan basis global dan modern, berkat kesuksesan mereka di Eropa.
Namun, pembagian ini tidaklah kaku. Tidak ada garis kelas sosial yang tegas antara pendukung kedua klub, berbeda dengan rivalitas Manchester United vs Manchester City atau Celtic vs Rangers. Di Liverpool, keluarga yang sama bisa memiliki anggota yang mengenakan biru dan merah — dan mereka menonton derby bersama di ruang tamu yang sama.
4. Sejarah Pertemuan: Lebih dari 240 Pertandingan
Hingga tahun 2025, kedua klub telah bertemu lebih dari 245 kali dalam berbagai ajang domestik dan internasional. Statistik menunjukkan dominasi Liverpool, tetapi Everton tetap menjadi lawan yang tidak bisa diremehkan.
Kategori | Everton | Liverpool | Seri | Total Pertemuan |
---|---|---|---|---|
Semua Kompetisi | 68 | 99 | 78 | ±245 |
Premier League Era (1992–2025) | 10 | 32 | 26 | ±68 |
FA Cup | 12 | 25 | 18 | ±55 |
League Cup | 5 | 9 | 7 | ±21 |
(Sumber: SportsMole, BBC Sport, Premier League Stats Archive)
Liverpool mendominasi dalam jumlah kemenangan, tetapi Everton punya beberapa momen bersejarah yang membekas kuat di hati pendukungnya — terutama ketika mereka berhasil mengalahkan Liverpool di momen krusial.
5. Era Keemasan Everton dan Persaingan 1980-an
Rivalitas mencapai puncak intensitas pada era 1980-an, ketika kedua klub menjadi kekuatan utama sepak bola Inggris.

- Liverpool menjuarai Liga Inggris dan Piala Eropa secara beruntun.
- Everton, di bawah manajer legendaris Howard Kendall, juga meraih sukses luar biasa dengan memenangkan First Division (1984–85) dan European Cup Winners’ Cup (1985).
Pada periode tersebut, kota Liverpool benar-benar menjadi pusat sepak bola dunia — kedua klub saling berebut supremasi domestik dan Eropa.
Namun, tragedi Heysel (1985) mengubah segalanya. Insiden di final Piala Eropa antara Liverpool dan Juventus menyebabkan klub-klub Inggris dilarang tampil di kompetisi Eropa selama lima tahun. Akibatnya, Everton kehilangan kesempatan besar untuk melanjutkan dominasi mereka di Eropa. Banyak fans Everton merasa bahwa hukuman akibat ulah suporter Liverpool itu merugikan mereka secara tidak adil — dan sejak saat itu, tensi di antara kedua klub meningkat tajam.
6. Karakteristik Derby: Emosi, Fisik, dan Intensitas
Merseyside Derby dikenal sebagai salah satu laga terkeras dan paling emosional di Premier League.

Beberapa fakta penting:
- Derby ini adalah pertandingan dengan jumlah kartu merah terbanyak dalam sejarah Premier League.
- Dalam 20 tahun terakhir, rataan kartu merah mencapai 1 per setiap 2 laga.
- Pertandingan sering diwarnai tekel keras, adu fisik, dan ketegangan di lapangan maupun tribun.
Namun, di balik kerasnya pertandingan, ada rasa hormat mendalam antar klub. Dalam beberapa tragedi, seperti Hillsborough (1989) dan COVID-19 (2020), kedua klub menunjukkan solidaritas dan kebersamaan yang luar biasa. Suporter Everton bahkan menyanyikan lagu “You’ll Never Walk Alone” untuk menghormati korban Hillsborough — bukti bahwa rivalitas ini tidak menghapus kemanusiaan.
7. Momen-Momen Ikonik dalam Rivalitas
a. FA Cup Final 1986
Liverpool mengalahkan Everton 3–1 di Wembley. Ini adalah final yang mempertemukan dua klub Merseyside, dan menjadi simbol dominasi kota Liverpool di sepak bola Inggris.
b. Derby “Duncan Ferguson” (1994)
Everton menang 2–0 atas Liverpool di Goodison Park. Gol pembuka oleh Ferguson — lewat sundulan khasnya — menjadi simbol perlawanan tim biru terhadap hegemoni merah.
c. Derby 2021 di Anfield
Everton menang 2–0 di kandang Liverpool — kemenangan pertama mereka di Anfield sejak 1999. Gol dari Richarlison dan penalti Gylfi Sigurdsson menjadi tonggak kebangkitan moral di bawah pelatih Carlo Ancelotti.
d. Derby 2024 di Goodison Park
Everton menang 2–0 melalui gol Dominic Calvert-Lewin dan Jarrad Branthwaite. Hasil itu krusial untuk menghindari degradasi dan sekaligus menggagalkan ambisi gelar Liverpool.
8. Data dan Analisis Modern (2020–2025)
Dalam lima musim terakhir Premier League (2020–2025), pola menunjukkan:
- Liverpool masih mendominasi dengan kemenangan lebih banyak.
- Everton berjuang di papan bawah, tetapi sering tampil kuat di derby karena faktor motivasi emosional.
- Rata-rata penguasaan bola Liverpool di derby mencapai 62%, sedangkan Everton fokus pada blok pertahanan dan serangan balik cepat.
- Pemain seperti Jordan Pickford sering menjadi pahlawan lewat penyelamatan penting.
Menurut Opta Stats 2024:
- Rata-rata xG (expected goals) Everton di derby = 0.9
- Liverpool = 2.1
Namun dalam laga-laga tertentu, Everton justru menang dengan efisiensi tinggi — bukti bahwa statistik tidak selalu mencerminkan hasil derby.
9. Rivalitas Sekunder: Manchester United dan Aston Villa
Selain Liverpool, Everton juga memiliki rivalitas “sekunder” dengan klub lain, seperti:

- Manchester United – karena persaingan di era 1980-an dan status dua klub tertua di Inggris.
- Aston Villa – dua klub bersejarah dengan jumlah trofi mirip dan sering bersaing di papan tengah Premier League.
Namun, rivalitas tersebut lebih bersifat kompetitif, bukan emosional seperti derby Merseyside.
10. Dimensi Sosial dan Ekonomi
Rivalitas Everton–Liverpool juga memengaruhi kehidupan sosial kota.
- Derby Merseyside meningkatkan pendapatan ekonomi lokal hingga jutaan pound per tahun.
- Penjualan tiket, merchandise, dan hak siar derby mencatat lonjakan besar.
- Stadion baru Everton di tepi dermaga (Bramley-Moore Dock Stadium) diprediksi akan membawa efek ekonomi positif senilai £1,3 miliar bagi kota Liverpool.
Selain itu, kedua klub aktif dalam kegiatan sosial. Program seperti Everton in the Community dan LFC Foundation bekerja sama dalam proyek sosial untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendidikan anak-anak di Merseyside.
11. Transisi Menuju Era Baru: Stadion Baru dan Harapan Baru
Musim 2025–2026 akan menandai babak baru dalam sejarah Everton. Klub akan meninggalkan Goodison Park, markas mereka selama lebih dari 130 tahun, dan pindah ke Bramley-Moore Dock Stadium.
Pertandingan derby terakhir di Goodison Park (Februari 2025) berakhir imbang 2–2 — hasil yang dianggap simbolis karena menunjukkan bahwa meski Liverpool lebih unggul secara prestasi, Everton tidak pernah menyerah di rumahnya sendiri.
Perpindahan ke stadion baru bukan sekadar langkah fisik, tapi juga simbol ambisi untuk mengubah nasib klub — baik secara finansial maupun sportif.
12. Perspektif Taktis dan Psikologis
Secara taktis, derby Merseyside kerap mencerminkan perbedaan filosofi:
- Liverpool di bawah manajer seperti Jurgen Klopp dan Arne Slot bermain dengan pressing tinggi, serangan cepat, dan dominasi bola.
- Everton di bawah Sean Dyche (dan sebelumnya Lampard/Ancelotti) lebih pragmatis — mengandalkan struktur pertahanan kokoh, bola panjang, dan serangan balik.
Psikologis juga berperan besar. Tekanan dari pendukung, media, dan sejarah membuat pemain Everton sering kali tampil di luar kapasitas normal saat menghadapi Liverpool. Beberapa pemain bahkan mengakui bahwa “menang derby lebih penting daripada menang melawan tim besar lain.”
13. Citra Global dan Warisan Budaya
Di tingkat global, Merseyside Derby dianggap sebagai “derby paling manusiawi” — di mana dua klub rival tetap saling menghormati.
Media internasional seperti BBC dan The Guardian menyebutnya “a rivalry born of respect, not hatred.”
Itulah yang membedakannya dari derby panas seperti Manchester atau Glasgow.
Warisan budaya derby ini juga muncul dalam musik, film, dan literatur. Lagu-lagu seperti “Spirit of the Blues” (Everton) dan “You’ll Never Walk Alone” (Liverpool) menjadi simbol identitas masyarakat Merseyside — bukan hanya penggemar sepak bola, tetapi juga seluruh komunitas kota.
14. Analisis Profesional: Mengapa Rivalitas Ini Tak Pernah Mati

- Dekat secara geografis, jauh dalam sejarah sukses.
Dua stadion hanya berjarak 1 km, tetapi perbedaan jumlah trofi menciptakan dinamika “penantang vs raksasa”. - Keseimbangan emosi dan logika.
Bagi Everton, setiap kemenangan atas Liverpool bernilai lebih dari tiga poin — itu simbol kebanggaan dan pembuktian. - Saling membutuhkan.
Tanpa Liverpool, Everton kehilangan “musuh alami” yang membuat identitas mereka hidup. Begitu pula sebaliknya. - Rivalitas lintas generasi.
Kakek, ayah, dan cucu di Liverpool tumbuh dengan cerita tentang derby. Tradisi ini menciptakan kontinuitas emosional yang sulit tergantikan.
Rivalitas antara Everton dan Liverpool adalah cerminan unik dari sepak bola Inggris perpaduan antara sejarah, emosi, dan kebersamaan. Meski secara prestasi Everton tertinggal dari Liverpool, semangat dan kebanggaan pendukung mereka tidak pernah padam.
Setiap derby adalah bab baru dari kisah panjang dua klub yang lahir dari akar yang sama, tumbuh berdampingan, dan tetap bersaing demi supremasi di kota yang sama.
Merseyside Derby bukan sekadar pertandingan; ia adalah warisan budaya Liverpool, api yang terus menyala dari generasi ke generasi.